KASUS
HAMBALANG
Kasus
Hambalang merupakan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak
pihak, diantaranya para elit Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas
Urbaningrum komisaris PT Dutasari Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI,
Andi Malarangeng; Mahfud Suroso, Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain
sebagainya.
Diketahui,
tender proyek ini dipegang oleh kontraktor dimana mereka merupakan BUMN, yaitu
PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga mensub-tenderkan sebagian proyek
kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300 M. KPK menyatakan, dalam penyelidikan
Hambalang ada dua hal yang menjadi konsentrasi pihaknya. Yakni, terkait dengan
pengadaan pembangunan dan terkait dengan kepengurusan sertifikat tanah
Hambalang.
Kronologi
Kasus Korupsi Proyek Hambalang:
Semuanya
menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga Bendahara
Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap. Nazar mulai mengungkap
berbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya, salah satunya korupsi pada
proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai
Demokrat lainnya: AnasUrbaningrum, AndiAlfianMallarangeng, dan Angelina
Sondakh.
Dalam
perjalanannya, munculah kronologi sebagai berikut:
- 1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp 2,5triliun.
- 8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uangRp 100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp50 miliar digunakan untuk pemenangan Ana ssebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanyaRp 50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
- 9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata dengan tegas, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.
- 5 Juli 2012: KPK menjadi kantersangka DediKusnidar, Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora. Dedidi sangkakan menyalah gunakan wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen proyek.
- 3 Desember 2012: KPK menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adikAndi, dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT AdhiKarya.
- 22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum. Anas diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang.
Ide
pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus
sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault. Dipilihlah
wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah. Saat
Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi, tender
pun dilakukan, pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Anas Urbaningrum diduga
mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan
teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Masalah sertifikasi juga berhasil
diselesaikan. Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT
Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah
senilai Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh
Athiyyah Laila, istri Anas. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana
terima kasih senilai Rp 100 miliar. Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan
Anas sebagai Ketua Partai Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud
kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Mallarangeng. Selain itu,
Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.
Bukti
kecurangan proyek Hambalang:
Tersangka
kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan
Sekolah Olahraga Nasional (PPPSON) Deddy Kusnidar diketahui sempat melakukan
korespondensi dengan PT Adhi Karya untuk membahas pembangunan proyek
Kementerian pemuda dan Olahraga itu. Korespondensi itu juga diketahui dilakukan
untuk menegaskan PT Adhi Karya tidak akan menuntut Kementerian jika pengajuan
dan amulti years untuk proyek itu tidak cair.
Berdasarkan
dokumen yang diterima Sindo news Kamis (26/7/2012), pada 19 Agustus 2010 lalu
Deddy memberitahukan kepada PT Adhi Karya selaku pemenang tender, jika dana
yang telah ada untuk pembangunan proyek itu baru Rp 262,7 miliar. Sementara
proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan total nilai
kegiatan direncanakan sebesar Rp 1,2 triliun sedang dilaksanakan. Dalam surat
itu juga Deddy menegaskan jika pengajuan tersebut tidak disetujui, maka
anggaran akan kembali pada anggaran semula, dan pihak penyedia barang dan jasa
pemborong tidak akan menuntut ganti rugi kepada pengguna barang dan jasa dalam
bentuk apapun. Surat Deddy Kusdinar kepada PT Adhi Karya itu menjadi bukti
adanya kongkalikong untuk mengarahkan penganggaran multiyears, sekaligus
kongkalikong pemenangan Adhi Karya sejak awal dalam proyek itu. Padahal,
Kemenpora dan PT Adhi Karya baru menandatangani kontrak multiyears proyek
Hambalang pada 10 Desember 2010. Sementara persetujuan kontrak tahun jamak
disetujui Kementerian Keuangan melalui surat Nomor: S-553/MK.2/2010. Bukti
dokumen itu sendiri diperkuat dengan pernyataan Wakil Menteri Keuangan
(Wamenkeu) Anny Ratnawati yang mengatakan, Kemenpora memang telah melakukan
pelanggaran aturan penganggaran, karena Kemenpora sudah melakukan kontrak
kerjasama dengan pihak ketiga padahal belum ada persetujuan anggaran.
"Kontrak multiyears itu satu kesatuan, sehingga seharusnya sebelum kontrak
multiyears disetujui, maka sebetulnya tidak diperkenankan untuk melakukan
kontrak untuk hal-hal yang menjadi kesatuan dalam persetujuan multiyears,"
terang Anny di kantor KPK beberapa waktu lalu. Anny menegaskan aturan itu jelas
tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dimana seharusnya ada
persetujuan Menteri Keuangan lebih dulu. Dengan adanya persetujuan itulah yang
kemudian dapat menjadi syarat ditandatangani kontrak tahun jamak.
Berikut
isi surat "kecurangan" antara Kemenpora dengan PT. Adhi Karya:
KepadaYth
Calon
Penyedia Jasa Pemborong
Di
Tempat
Diberitahukan
dengan hormat bahwa kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan,
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada
Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2010 adalah sebesar Rp
262.784.897.000 (Dua ratus enam puluh dua milyar tujuh ratus delapan puluh juta
depalan ratus Sembilan puluh tujuhriburupiah). Sampai dengan saat ini, anggaran
masih dalam proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears)
dengan total nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp1.200.000.000.000 (Satu
triliun dua ratus milyar rupiah). Bila mana pengajuan tersebut tidak
mendapatkan persetujuan maka anggaran kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan
Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor,
Jawa Barat kembali ke anggaran semula dan pihak penyedia barang/jasa
pemborongan tidak akan menuntut ganti rugi kepada pengguna barang/jasa dalam
bentuk apapun.
Jakarta,19Agustus2010
Kepala
Biro Perencanaan
Selaku
Pejabat Pembuat Komitmen
Drs.
Deddy Kusdinar, M.Pd
NIP.199959122319891001
Tembusan
Yth:
Sekretaris
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Kasus
Hambalang melanggar pasal-pasal berikut:
Andi
ditetapkan menjadi tersangka pada Desember tahun lalu. Andi berstatus tersangka
dalam kapasitasnya sebagai menteri pemuda dan olahraga dan pengguna anggaran
proyek Hambalang. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3
Undang-Undang (UU) 30/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal 3
mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara.
Sementara Pasal 2 Ayat (1) melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri
sendiri atau orang lain.
Kepala
Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora), Deddy
Kusdinar sebagai tersangka kasus pengadaan pembangunan sarana dan prasarana
Pusat Pelatihan dan Olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat. Deddy ditetapkan
tersangka terkait jabatannya dulu sebagai kepala biro perencanaan Kempora.
Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat
komitmen (PPK). Kepada Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3
Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal
55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Sementara
eks Direktur Operasi sekaligus Kepala Divisi Konstruksi 1 non aktif PT Adhi
Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2
ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK
menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kaspenerimaan hadiah atau janji
terkait proses perencanaan pelaksnaan pembangunan sport center hambalang dan
atau proyek-proyek lainnya. Anas ditetapkan menjadi tersangka dalam
kapasitasnya sebagai anggota DPR 2009-2014. KPK menyangkakan Anas melanggar
pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999
tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK
mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua
peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK
mencapai Rp 2,5 triliun.
Pertama,
pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua,
pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years.
Menurut
kami dalam kasus ini sebagai berikut:
Kasus
korupsi proyek Hambalang ini disamping adanya oknum yang tidak bertanggung
jawab, yang dalam hal ini cukup melibatkan banyak orang. Ternyata dibalik semua
itu diakibatkan adanya yang mempunyai banyak uang tidak mendapatkan sanksi yang
sesuai. Dan dengan sistem pengelolaan keuangan yang morat-marit sehingga
membuat kasus tersebut semakin rancu. Sistem hukum yang terkesan tebang pilih
membuat para elit politik seenaknya mereka menggunakan uang Negara untuk
disalahgunakan menjadi kepentingan sendiri dan partainya. Hal ini sudah jelas
telah melanggar etika bisnis di dalam proses penganggaran untuk pembangunan
fasilitas umum. Dalam etika bisnis ada nilai dan norma yang harus ditaati oleh
para pesaing bisnis agar tidak adanya kecurangan untuk memenangkan tender.
Sudah jelas dalam kasus ini praktik korupsi yang dilakukan adalah memberi atau
menerima hadiah atau janji, dan menerima gratifikasi (bagi pegawai
negeri/penyelenggara Negara) jelas hal itu tindakan yang tidak bermoral dan
beretika serta merugikan banyak orang dalam dunia bisnis. Ditambah lagi
pengakuan Antasari Azhar tentang keikutsertaan anak mantan presiden RI, Ibas.
Menurut kami kasus ini belum diusut sampai “akarnya”. Peran media sangat mempengaruhi
kasus ini karena dapat mengalihkan fokus masyarakat pada satu titik, sedangkan
fokus masyarakat akan mempengaruhi inveatigasi sebuah kasus, karena bila tidak
dilakukan sesuai yg diekspektasikan masyarakat, justru akan mempersulit
organisasi pengusut kasus tersebut
(KPK).
Saran:
Menurut
kami, Seharusnya pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menjalankan hukum dan
mempertegas sanksi yang ada di Indonesia, contohnya di negara Arab Saudi. Yaitu
apabila ada seseorang yang melanggar hukum yang sangat berat seperti korupsi,
maka pelaku itu akan dihukum pancung. Dengan adanya hukum pancung di Indonesia,
kami yakin akan berkurangnya pelanggaran- pelanggaran hukum yang ada di
Indonesia. Pemerintah juga seharusnya lebih transparan dalam mega proyek
Hambalang ini, sehingga tidak akan muncul kecurigaan dari masyarakat mengenai
penggunan dana pada proyek Hambalang ini. Diperlihatkannya rincian dana yang
yang digunakkan untuk proyek ini kepada masyarakat sangatlah penting, sehingga
ada rasa saling percaya antara masyarakat dan pemerintah.
Anggota
Kelompok:
1. Aaron Tertulianus (27215805)
2. Aqsha Riani Fatya (20215934)
3. Ella Zelin Priandini (22215180)
4. Rafiano Oka Rahadianto (25215525)
Sumber:
3. Detik.com