Kamis, 30 Maret 2017

KRONOLOGI KASUS HAMBALANG



KASUS HAMBALANG

Kasus Hambalang merupakan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak, diantaranya para elit Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas Urbaningrum komisaris PT Dutasari Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Andi Malarangeng; Mahfud Suroso, Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain sebagainya.

Diketahui, tender proyek ini dipegang oleh kontraktor dimana mereka merupakan BUMN, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga mensub-tenderkan sebagian proyek kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300 M. KPK menyatakan, dalam penyelidikan Hambalang ada dua hal yang menjadi konsentrasi pihaknya. Yakni, terkait dengan pengadaan pembangunan dan terkait dengan kepengurusan sertifikat tanah Hambalang.

Kronologi Kasus Korupsi Proyek Hambalang:

Semuanya menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap. Nazar mulai mengungkap berbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya, salah satunya korupsi pada proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat lainnya: AnasUrbaningrum, AndiAlfianMallarangeng, dan Angelina Sondakh.
Dalam perjalanannya, munculah kronologi sebagai berikut:
  • 1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp 2,5triliun.
  • 8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uangRp 100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp50 miliar digunakan untuk pemenangan Ana ssebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanyaRp 50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
  • 9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata dengan tegas, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.
  • 5 Juli 2012: KPK menjadi kantersangka DediKusnidar, Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora. Dedidi sangkakan menyalah gunakan wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen proyek.
  • 3 Desember 2012: KPK menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam  posisinya sebagai Menpora dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adikAndi, dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT AdhiKarya.
  • 22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum. Anas diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang.

Ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault. Dipilihlah wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah. Saat Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi, tender pun dilakukan, pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT  Wijaya Karya. Anas Urbaningrum diduga mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Masalah sertifikasi juga berhasil diselesaikan. Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 miliar. Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Partai Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Mallarangeng. Selain itu, Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.

Bukti kecurangan proyek Hambalang:

Tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (PPPSON) Deddy Kusnidar diketahui sempat melakukan korespondensi dengan PT Adhi Karya untuk membahas pembangunan proyek Kementerian pemuda dan Olahraga itu. Korespondensi itu juga diketahui dilakukan untuk menegaskan PT Adhi Karya tidak akan menuntut Kementerian jika pengajuan dan amulti years untuk proyek itu tidak cair.

Berdasarkan dokumen yang diterima Sindo news Kamis (26/7/2012), pada 19 Agustus 2010 lalu Deddy memberitahukan kepada PT Adhi Karya selaku pemenang tender, jika dana yang telah ada untuk pembangunan proyek itu baru Rp 262,7 miliar. Sementara proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan total nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp 1,2 triliun sedang dilaksanakan. Dalam surat itu juga Deddy menegaskan jika pengajuan tersebut tidak disetujui, maka anggaran akan kembali pada anggaran semula, dan pihak penyedia barang dan jasa pemborong tidak akan menuntut ganti rugi kepada pengguna barang dan jasa dalam bentuk apapun. Surat Deddy Kusdinar kepada PT Adhi Karya itu menjadi bukti adanya kongkalikong untuk mengarahkan penganggaran multiyears, sekaligus kongkalikong pemenangan Adhi Karya sejak awal dalam proyek itu. Padahal, Kemenpora dan PT Adhi Karya baru menandatangani kontrak multiyears proyek Hambalang pada 10 Desember 2010. Sementara persetujuan kontrak tahun jamak disetujui Kementerian Keuangan melalui surat Nomor: S-553/MK.2/2010. Bukti dokumen itu sendiri diperkuat dengan pernyataan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati yang mengatakan, Kemenpora memang telah melakukan pelanggaran aturan penganggaran, karena Kemenpora sudah melakukan kontrak kerjasama dengan pihak ketiga padahal belum ada persetujuan anggaran. "Kontrak multiyears itu satu kesatuan, sehingga seharusnya sebelum kontrak multiyears disetujui, maka sebetulnya tidak diperkenankan untuk melakukan kontrak untuk hal-hal yang menjadi kesatuan dalam persetujuan multiyears," terang Anny di kantor KPK beberapa waktu lalu. Anny menegaskan aturan itu jelas tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dimana seharusnya ada persetujuan Menteri Keuangan lebih dulu. Dengan adanya persetujuan itulah yang kemudian dapat menjadi syarat ditandatangani kontrak tahun jamak.

Berikut isi surat "kecurangan" antara Kemenpora dengan PT. Adhi Karya:

KepadaYth
Calon Penyedia Jasa Pemborong
Di Tempat

Diberitahukan dengan hormat bahwa kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2010 adalah sebesar Rp 262.784.897.000 (Dua ratus enam puluh dua milyar tujuh ratus delapan puluh juta depalan ratus Sembilan puluh tujuhriburupiah). Sampai dengan saat ini, anggaran masih dalam proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan total nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp1.200.000.000.000 (Satu triliun dua ratus milyar rupiah). Bila mana pengajuan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka anggaran kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat kembali ke anggaran semula dan pihak penyedia barang/jasa pemborongan tidak akan menuntut ganti rugi kepada pengguna barang/jasa dalam bentuk apapun.

Jakarta,19Agustus2010
Kepala Biro Perencanaan
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen

Drs. Deddy Kusdinar, M.Pd
NIP.199959122319891001

Tembusan Yth:
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga

Kasus Hambalang melanggar pasal-pasal berikut:

Andi ditetapkan menjadi tersangka pada Desember tahun lalu. Andi berstatus tersangka dalam kapasitasnya sebagai menteri pemuda dan olahraga dan pengguna anggaran proyek Hambalang. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) 30/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal 3 mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara. Sementara Pasal 2 Ayat (1) melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora), Deddy Kusdinar sebagai tersangka kasus pengadaan pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pelatihan dan Olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat. Deddy ditetapkan tersangka terkait jabatannya dulu sebagai kepala biro perencanaan Kempora. Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Kepada Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.

Sementara eks Direktur Operasi sekaligus Kepala Divisi Konstruksi 1 non aktif PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kaspenerimaan hadiah atau janji terkait proses perencanaan pelaksnaan pembangunan sport center hambalang dan atau proyek-proyek lainnya. Anas ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR 2009-2014. KPK menyangkakan Anas melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp 2,5 triliun.
Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years.

Menurut kami dalam kasus ini sebagai berikut:

Kasus korupsi proyek Hambalang ini disamping adanya oknum yang tidak bertanggung jawab, yang dalam hal ini cukup melibatkan banyak orang. Ternyata dibalik semua itu diakibatkan adanya yang mempunyai banyak uang tidak mendapatkan sanksi yang sesuai. Dan dengan sistem pengelolaan keuangan yang morat-marit sehingga membuat kasus tersebut semakin rancu. Sistem hukum yang terkesan tebang pilih membuat para elit politik seenaknya mereka menggunakan uang Negara untuk disalahgunakan menjadi kepentingan sendiri dan partainya. Hal ini sudah jelas telah melanggar etika bisnis di dalam proses penganggaran untuk pembangunan fasilitas umum. Dalam etika bisnis ada nilai dan norma yang harus ditaati oleh para pesaing bisnis agar tidak adanya kecurangan untuk memenangkan tender. Sudah jelas dalam kasus ini praktik korupsi yang dilakukan adalah memberi atau menerima hadiah atau janji, dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara Negara) jelas hal itu tindakan yang tidak bermoral dan beretika serta merugikan banyak orang dalam dunia bisnis. Ditambah lagi pengakuan Antasari Azhar tentang keikutsertaan anak mantan presiden RI, Ibas. Menurut kami kasus ini belum diusut sampai “akarnya”. Peran media sangat mempengaruhi kasus ini karena dapat mengalihkan fokus masyarakat pada satu titik, sedangkan fokus masyarakat akan mempengaruhi inveatigasi sebuah kasus, karena bila tidak dilakukan sesuai yg diekspektasikan masyarakat, justru akan mempersulit organisasi pengusut kasus  tersebut (KPK).

Saran:

Menurut kami, Seharusnya pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menjalankan hukum dan mempertegas sanksi yang ada di Indonesia, contohnya di negara Arab Saudi. Yaitu apabila ada seseorang yang melanggar hukum yang sangat berat seperti korupsi, maka pelaku itu akan dihukum pancung. Dengan adanya hukum pancung di Indonesia, kami yakin akan berkurangnya pelanggaran- pelanggaran hukum yang ada di Indonesia. Pemerintah juga seharusnya lebih transparan dalam mega proyek Hambalang ini, sehingga tidak akan muncul kecurigaan dari masyarakat mengenai penggunan dana pada proyek Hambalang ini. Diperlihatkannya rincian dana yang yang digunakkan untuk proyek ini kepada masyarakat sangatlah penting, sehingga ada rasa saling percaya antara masyarakat dan pemerintah.


Anggota Kelompok:
1.         Aaron Tertulianus (27215805)
2.         Aqsha Riani Fatya (20215934)
3.         Ella Zelin Priandini (22215180)
4.         Rafiano Oka Rahadianto (25215525)

Sumber:
3.         Detik.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar